Publicviral.com Situbondo, Jumat, 20 Juni 2025; Harapan masyarakat Banyuglugur atas keberadaan industri pengolahan rumput laut sebagai penggerak ekonomi dan pencipta lapangan kerja kini berubah menjadi kekhawatiran. PT Fuyuan Bioteknologi, perusahaan pengolahan rumput laut yang beroperasi di Kecamatan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo, diduga membuang limbah secara ilegal sejak tahun 2021, tanpa pengolahan dan tanpa izin resmi.

Fakta ini terungkap dari hasil investigasi media dan laporan masyarakat, yang kemudian dikonfirmasi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Situbondo. Dalam kunjungan lapangan yang dilakukan pada Kamis, 19 Juni 2025, DLH membenarkan adanya tumpukan limbah berbahaya yang dibuang secara terbuka di kawasan Gunung Butak, tepatnya di Dusun Seletreng, Desa Kalianget, Kecamatan Banyuglugur.
Warga pun mengeluhkan bau menyengat akibat adanya penimbunan limbah Rumput laut yang telah menahun ini.
Maka daripada itu Pemerintah daerah perlu melakukan pengawasan rutin terhadap operasional pabrik dan memastikan bahwa pabrik mematuhi peraturan lingkungan yang sudah ada.
Bau busuk yang keluar dari lokasi penimbunan limbah industri rumput laut yang telah menahun ini, memang telah lama dikeluhkan oleh warga setempat.
Keberadaan limbah padat yang ditimbun tak jauh dari pemukiman dan lahan kerja warga inipembuangan limbah industri ini diduga ilegal dan menyalahi aturan.
Tak hanya bau busuk yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan, limbah ini juga tercecer di jalan desa dari truk pengangkut limbah yang hilir mudik tiap harinya.
Tumpukan Limbah di Kawasan Terbuka, Tak Tersentuh Sejak 2021:
Investigasi mengungkap bahwa limbah yang dibuang PT Fuyuan terdiri dari:
Limbah padat sisa proses ekstraksi karaginan, yang berbahan dasar selulosa.
Limbah cair yang mengandung senyawa alkali, senyawa organik kompleks, dan zat kimia berbahaya lainnya.
Seluruh limbah ini dibuang di kawasan terbuka tanpa pengolahan, tanpa sistem penyimpanan aman, dan tanpa izin resmi sebagaimana diwajibkan oleh regulasi pengelolaan limbah di Indonesia.
DLH Situbondo Akui Baru Mengetahui, Langsung Turun ke Lokasi:
Menanggapi laporan dari media, Hendrayono, Kepala Bidang Pengelolaan Limbah dan Pengendalian Kerusakan (PPLB3PK) DLH Situbondo, mengaku baru mengetahui aktivitas pembuangan limbah ini.
“Kami sangat mengapresiasi informasi yang disampaikan. Tim kami langsung turun ke lapangan kemarin, dan kami temukan benar adanya aktivitas pembuangan limbah oleh PT Fuyuan,” kata Hendrayono, Kamis sore, di ruang kerjanya.
DLH Kirim Teguran Resmi, Perusahaan Disanksi Awal:
Sebagai respons cepat, DLH telah melayangkan surat teguran resmi kepada PT Fuyuan Bioteknologi pada Jumat, 20 Juni 2025. Surat ini menegaskan bahwa perusahaan tersebut telah melanggar ketentuan lingkungan hidup, dan akan dikenakan sanksi administratif serta pemantauan lanjutan.
“Kami sikapi hal ini dengan sangat serius. Tidak hanya teguran, jika terbukti ada unsur pidana, kami akan teruskan ke pihak berwenang,” lanjut Hendrayono.
DLH Juga Akui Buang Sampah Pasar di Lokasi Sama:
Dalam pemeriksaan lapangan, ditemukan pula bahwa sampah pasar milik DLH Situbondo sempat dibuang di lokasi yang sama. DLH pun mengakui kelalaian tersebut, dan kini memutuskan untuk mengalihkan pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cappore Tengah.
“Kami masih baru bertugas di sini. Kini, semua aktivitas pembuangan kami arahkan ke lokasi resmi dan aman lingkungan,” imbuh Hendra.
Limbah Ancam Kesehatan dan Lingkungan:
Limbah seperti yang dihasilkan PT Fuyuan dapat merusak kualitas tanah, mencemari air tanah, serta mengganggu kesehatan masyarakat. Senyawa kimia dalam limbah cair berisiko memicu penyakit kulit, gangguan pernapasan, hingga gangguan reproduksi, jika masuk ke tubuh manusia melalui air, makanan, atau kontak langsung.
Dampak ekologisnya juga serius: kematian mikroorganisme tanah, terganggunya sistem perairan, dan kehancuran habitat lokal. Apalagi limbah ini dibuang di wilayah terbuka yang tidak didesain untuk pengelolaan limbah berbahaya.
Pelanggaran Berat Hukum Lingkungan, Berpotensi Dipidana:
Pembuangan limbah tanpa izin dan tanpa pengolahan adalah pelanggaran berat, yang diatur dalam:
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah.
Permen LHK No. 14 Tahun 2013 tentang Tata Kelola Limbah.
Berdasarkan pasal-pasal dalam UU No. 32/2009, pelaku dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar, tergantung pada skala dan dampak pencemaran yang ditimbulkan.
Beberapa Aktivis Lingkungan dan Warga Minta Hukum, Bukan Sekadar Teguran:
Masyarakat Dusun Seletreng yang tinggal di dekat lokasi pembuangan menyuarakan keresahan. Mereka mendesak agar tindakan terhadap PT Fuyuan tidak berhenti pada surat teguran, melainkan dilanjutkan hingga ke ranah hukum.
“Sudah empat tahun limbah dibuang seenaknya. Air jadi keruh, udara bau, tanah rusak. Kami ingin pemerintah tegas, jangan hanya peringatan,” kata seorang warga yang namanya minta untuk dirahasiakan.
Evaluasi Serius: Kelalaian atau Pembiaran?
Kasus ini menjadi refleksi atas lemahnya pengawasan lingkungan di tingkat daerah. Fakta bahwa pembuangan limbah sudah terjadi sejak 2021, namun baru diketahui dan ditindak pada 2025, mengindikasikan celah serius dalam sistem pengawasan, bahkan memunculkan dugaan adanya pembiaran atau keterlibatan oknum.
Bila dibiarkan, ini dapat menciptakan preseden buruk: bahwa industri bisa mencemari lingkungan selama bertahun-tahun tanpa pertanggungjawaban hukum.
Penutup: Lingkungan Harus Dilindungi, Bukan Dikorbankan.
Pencemaran oleh PT Fuyuan Bioteknologi bukan hanya persoalan administratif, tapi merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak hidup masyarakat atas lingkungan yang sehat dan aman.

Kini, publik menunggu ketegasan DLH, aparat penegak hukum, dan Pemerintah Kabupaten Situbondo. Apakah kasus ini benar-benar akan dibawa ke ranah hukum? Atau kembali hanya berakhir sebagai laporan tanpa penyelesaian?
(Red/Tim-Biro Sitijenarnews group Situbondo Jatim)













